Berbagai jenis tari- tarian yang berasal dari zaman Kerajaan Majapahit yang berpusat di Situs Trowulan, Kabupaten Mojokerto, Jawa Timur, hilang tanpa jejak. Sejumlah seniman dan praktisi tari di Kabupaten Mojokerto kesulitan melacak jejak bentuk dan aneka gerak tari yang hidup dan berkembang di masa itu.
Karena itulah, dalam menciptakan sejumlah jenis tari, para seniman kerap mengaitkan koreografi yang diciptakan berdasarkan cerita dalam berbagai kitab seperti tertulis dalam Pararaton atau Negarakertagama. Setu mengatakan, beberapa tarian yang sudah dikonstruksikan lagi itu ialah tari Gadjah Mada yang berintikan cerita saat Raden Wijaya dinobatkan sebagai raja.
Selain itu ada pula tarian yang menggambarkan kesedihan Hayam Wur uk saat hari ketujuh ditinggal mati ibundanya, Tribhuwana Wijayottunggadewi. Selain itu ada pula tarian Sawung Miak Prahoro dan Geger Brangwetan yang masuk dalam kelompok tari-tarian kolosal.Lalu dari kelompok tari-tarian tunggal yang terpisah konteks, ada tari Tri Sa rkono, Prajurit Bhayangkari, Wiro Bastam, dan Mayang Rontek. Tarian Mayang Rontek untuk sementara kalangan relatif sering dipentaskan dan oleh karenanya dianggap menjadi salah satu yang mewakili.
Namun, tarian Mayang Rontek dianggap tidak mewakili kebudayaan Majapahit sesungguhnya oleh sebagian besar kalangan. Salah seorang tokoh muda Majapahit, Supriyadi (36) yang pada 7 Januari 2009 mendapat anugerah Upakarti untuk kategori produk pelestarian budaya dari Presiden Susilo Bambang Yudhoyono b eranggapan tari Mayang Rontek terlalu berbau gerakan pesisir.
Adapun menurut Direktur Peninggalan Pur bakala Departemen Kebudayaan dan Pariwisata RI, Junus Satrio Atmodjo menyebutkan bahwa upaya rekonstruksi tari-tarian Majapahit harus dilakukan dengan memperhatikan sumber-sumber sejarah yang ada. Menurut Junus, hal itu tidak bisa dilakukan sekedar dengan membayangkan kira-kira seperti apa kondisi masa lalu untuk kemudian divisualisasikan dalam bentuk koreografi tari.
{ 0 comments... read them below or add one }
Post a Comment