DJ School di Jakarta, Lahan Bisnis di Balik Hiburan Malam

Posted by jenggot kambing on Thursday, January 28, 2010



Dengan semakin maraknya tempat hiburan malam, kebutuhan terhadap DJ pun juga bertambah. Peluang ini ‘dibaca’ Ali Mursidi dengan mendirikan United DJ School Jakarta.

Hal inilah yang menjadi alasan kemunculan sekolah-sekolah DJ di Indonesia khususnya DJ School Jakarta. Dengan maraknya animo para ABG (Anak Baru Gede, red) menyinggahi klub-klub untuk mencari hiburan, menginspirasikan Ali Mursidi untuk mewadahi para ABG tersebut. “Mereka tidak hanya menjadi clubbers, tapi juga bisa mencari penghasilan dengan menjadi DJ-salah satunya,” kata Ali yang juga melekatkan tulisan DJ di depan namanya.

Ia pun menambahkan, sekolah yang dibangun berdasarkan hobby ini, mulanya dilatarbelakangi ketidaksetujuan orang tuanya akan kebiasaanya yang sering ke klub-klub malam. Dengan berbagai pertimbangan, orang tuanya pun membelikan seperangkat peralatan teknik untuk seorang DJ seperti piringan hitam, CD, file MP3 dan sebagainya. “Intinya dengan adanya DJ School bisa menjadi media atau sarana bagi calon DJ untuk terjun langsung dan diperhitungan,” ungkapnya.

Di bawah label perusahaan Sound Of Zeus, DJ School miliknya pun diberi nama United DJ School. Alasan pemilihan nama tersebut tak serta merta datang begitu saja, ia berkeinginan untuk menyatukan para DJ professional maupun calon DJ. Meskipun menyadari benar, bahwa bisnis yang digelutinya belum layak bagi kalangan tertentu apalagi yang masih tabu dengan hingar-bingar musik dan kerlap-kerlip lampu disko, Ali tetap optimis.

Seperti diakui Ali menanggapi tingkat persaingan bisnis mendirikan DJ School Jakarta, khususnya di Jakarta dirasakan masih jarang pemainnya. Meskipun, titik strategis ada di bilangan Jakarta Selatan, ia tak menampik memang ada beberapa pemain di bidang yang sama dengannya tetapi jumlahnya pun belum mencapai puluhan, bahkan untuk jumlah 10 pun rasanya belum terpenuhi.

“Untuk lulusannya sendiri pun disalurkan. Tetapi sebelum itu, ada istilah Praktek Kerja Lapangan (PKL), jika ada job manggung untuk saya atau pun pengajar dalam waktu empat jam, maka sisa waktu satu jam diberikan kepada siswa yang memang layak go public.

Pria kelahiran 13 Juni 1971 ini pun mengungkapkan, ketika timbul pertanyaan ‘Apakah profesi DJ menjanjikan?’, ia pun mengilustrasikan- jika dengan biaya Rp 1,5 juta per bulan, biasanya untuk manggung DJ baru bertarif Rp 500 ribu per dua jamnya, maka dapat dihitungkan berapa biaya akan kembali. Keuntungan lain, jika sudah punya ‘nama’ maka tarif pun akan berlipat-lipat ganda bahkan bisa mencapai Rp 10 juta sekali tampil ditambah banyaknya event-event yang memakai jasa DJ untuk memeriahkan acara. Tampaknya, sekolah maupun profesi DJ patut dilirik.

majalahpengusaha.com

{ 0 comments... read them below or add one }