Teknologi Informasi Membantu Operasi Bedah Syaraf

Posted by anggota member on Wednesday, December 23, 2009

Di bidang bedah saraf, hampir semua teknik operasi untuk penyembuhan syaraf yang dilakukan bersifat invasif dengan kata lain harus dengan membuat luka sayatan dan membuka tulang tengkorak untuk mengakses kedalam jaringan otak atau yang biasa disebut sebagai craniotomy. Dengan berkembangnya teknologi informasi, teknik bedah saraf menjadi lebih maju. Teknologi informatika dapat membantu membuat pemetaan pada fungsi otak sehingga dapat mencegah terjadinya komplikasi defisit fungsi saraf (neurological deficit) yang diakibatkan oleh tindakan operatif.

Demikian pula perkembangan teknologi pencitraan modern saat ini telah memberikan kontribusi yang sangat signifikan bagi keberhasilan operasi bedah penyembuhan saraf. Visualisasi dengan menggunakan mikroskop pada waktu operasi, meningkatkan keberhasilan dan keamanan bagi penderita pasca operasi. Lebih canggih lagi, alat endoskopi telah banyak membantu para ahli bedah saraf untuk melihat setiap sudut di dalam otak manusia untuk menentukan posisi aneurism (pembesaran pembuluh darah) di otak sebelum dilakukan clipping (menjepit pembuluh darah yang beresiko terjadi ruptur/pecah).

Pada dekade terakhir, tindakan bedah saraf dengan computer-assisted image-guided (neuronavigation) telah dikembangkan untuk membantu ahli bedah saraf melakukan tindakan operasi lebih aman. Neuronavigation memungkinkan para ahli bedah saraf mengetahui lokasi lesi/tumor secara lebih akurat, dengan cara menentukan besarnya lesi/tumor dan menentukan teknik operasi yang tepat untuk mendekati lesi/tumor tersebut. Saat ini telah tersedia sistem navigasi berbentuk frame-based atau frameless berdasarkan pada teknik perbedaan posisi lesi/tumor sebagai titik poin dengan memakai integrated poin optik atau sistem elektromagnetik.

Selanjutnya, semua jenis sistem pencitraan yang menunjang pada saat dilakukan operasi bedah saraf ini memerlukan data pencitraan yang diperoleh dari CT scan (computed tomograph scanning), MRI (magnetic resonance image) dan juga integrated functional MRI, positron emission tomography, serta magnetoencephalography yang diambil sebelum operasi dilakukan. Sehingga dengan demikian belum ada satu sistem yang dapat mendeteksi perubahan dalam otak secara berkesinambungan selama operasi berlangsung seperti pergeseran otak akibat bocornya cairan serebrospinal (cairan dalam otak), pengambilan tumor, maupun perubahan bentuk otak akibat perubahan posisi pasien.

Disinilah kemahiran ahli bedah saraf dalam menggabungkan teknologi informasi dan teknik operasi diperlukan. Seorang ahli bedah saraf harus bisa menentukan jenis alat pencitraan yang mana yang diperlukan untuk membantu navigasi saat dilakukan operasi. Diantara mereka ada yang menggunakan sistem navigasi berdasarkan data pencitraan yang diambil sebelum dilakukan operasi, lalu ada pula yang menggunakan 3D ultrasonografi yang dapat digunakan real time pada saat operasi berlangsung. Bila data diambil sebelum dilakukan operasi, maka hasil pencitraan ini akan bermanfaat pada saat menentukan petanda lokasi tumor sebelum dilakukan reseksi (pengambilan tumor) dengan cara membuat garis disekitar batas tumor dengan bantuan pena khusus yang dapat memancarkan sinyal lalu titik posisi pena tersebut ditransmisikan dan diproyeksikan dalam gambar yang sudah ada

www.untukku.com

{ 0 comments... read them below or add one }