Desa yang berjarak sekitar 7 Km arah barat dari pusat Kota Banyuwangi itu, masih menjaga adat istiadat warisan leluhur mereka. Tak heran jika Pemerintah Kabupaten Banyuwangi sekitar tahun 1995 menetapkan desa yang berpenghuni 2663 jiwa tersebut sebagai Desa Wisata Adat.
Banyak adat Using yang masih lestari dan dipertahankan warga yang sebagian besar hidup dari bercocok tanam ini. Seperti bangunan rumah masih beraksitektur Gebyug, rumah adat Using yang memeliki ciri khas serta mempunyai filosofi kehidupan dalam berumah tangga.
Kecuali itu, pola bertani tradisonal seperti menggunakan baling-baling kayu untuk mengusir
Upacara perkawinan masih menggunakan tatanan adat yang diturunkan secara turun temurun, semisal upacara lamaran manten dan kirab keliling kampung yang saat ini sudah jarang ditemui dikawasan Kota Banyuwangi.
Tak ketinggalan menariknya,warga setempat memiliki beberapa acara adat yang diselenggarakan rutin tiap tahun, semisal Tumpeng Sewu atau biasa disebut warga 'Selamatan Bersih Desa' yang dilaksanakan pada hari Senin atau Hari Jumat awal di Bulan Haji.
Selain memegang teguh adat istiadat dalam kesehariannya, warga Desa Kemiren yang kesemuanya mayoritas beragama Islam ini juga patuh pada ajaran agamanya.
Hubungan sosial antar warga terjalin secara kuat. "Jika ada hajatan tetangga,kami semua berduyun-duyun urun rembug materi atau sekedar tenaga," terang Pak Timbul, sesepuh Desa Kemiren.
Sifat warga yang cenderung terbuka, ramah membuat nyaman siapa saja yang berkunjung atau bahkan menginap ke Desa Kemiren ini. Tak kurang dari puluhan wisatawan tiap bulannya berkunjung untuk belajar kearifan tradisional Suku asli Banyuwangi ini.
"Jika ingin berkunjung pintu rumah kami terbuka lebar bagi siapa saja," jelas Anak Agung Tahrim, Kepala Desa Kemiren.
Banyak sanggar-sanggar seni yang menjadi tempat belajar bagi tiap wisatawan, tak perlu bingung tempat untuk berteduh. Sebab lanjut Tahrim sebab hampir semua warga secara suka rela akan mempersilahkan pengunjung untuk tinggal di rumahnya.
Bahkan menginap untuk jangka waktu yang cukup lama, seminggu atau bahkan sebulan. "cukup bantu kami uang belanja mas," lanjutnya.
Kentalnya Budaya dan Adat di Desa Kemiren semakin lengkap dengan balutan suasana Desa yang masih Asri dengan banyaknya pepohonan yang tumbuh .
Sungai-sungai masih mengalir dengan kejernihan air asli pegunungan membelah areal persawahan yang mengelilingi Desa. Jalan Desa pun sudah beraspal meski tidak semulus jalan di pusat Kota.
Ditengah desa terdapat Anjungan Wisata seluas 1800 M2 yang awal pendiriannya sebagai pusat ajang kegiatan kesenian khas Using seperti Tari Gandrung maupun Barong. Anjungan itu kini menjadi tempat rekreasi konvensional dengan dua kolam renang yang menjadi andalannya.
Untuk terus menjaga kelestarian warisan nenek moyangnya, Pemerintah Desa menerbitkan Peraturan Desa atau Perdes tentang pelestarian Adat yang sifatnya hanya mengatur. Termasuk keberadaan Kelompok Sadar Wisata (PokDarWis) yang akan melayani dengan ramah kedatangan para wisatawan.
Meski begitu bagi warga Suku Using di Desa Kemiren adat istiadat adalah pustaka leluhur yang harus tetap dijaga dan dilestarikan sebagai penghormatan pada nenek moyangnya. Mereka percaya jika adat istiadatnya diabaikan maka desa mereka terancam marabahaya.
Bagi yang datang dari Surabaya bisa menggunakan mobil Surabaya ke tempat ini. Karena banyak mobil Surabaya, misalnya mobil pribadi atau rental kendaraan.
surabaya.detik.com
{ 0 comments... read them below or add one }
Post a Comment