Karena seringnya melihat-lihat, timbul keinginannya untuk berusaha sendiri di bidang industri kerajinan. Dia merasa punya kemampuan untuk itu. Dulu, kata Hartono, dia sering membuat sendiri hiasan-hiasan dinding. Banyak temannya memuji, namun ketika itu dia tak berpikir untuk membisniskannya. “Kalau ada yang suka ya saya kasih saja,” ucapnya. Dari beberapa pusat kerajinan yang dijumpainya, dia melihat ternyata kerajinan kulit punya tempat tersendiri di hati para wisatawan khususnya wisatawan asing. Mungkin karena di luar negeri kerajinan kulit dari industri kerajinan kulit harganya mahal, sedang di Indonesia relatif lebih murah, sementara desain pusat kerajinan kulit pun tidak ketinggalan. “Ketika saya ke Bali , Ubud misalnya, saya lihat tren itu. Begitu juga ketika ke Malioboro, Yogyakarta . Saya juga berbincang-bincang dengan wisatawan bule tentang kesukaan mereka pada kerajinan dari kulit,” tambah bapak tiga anak ini.
Berdasarkan pengamatannya itulah, Hartono memutuskan untuk menekuni industri kerajinan dari kulit. Modalnya adalah tabungannya selama bekerja pada orang lain di Solo. Awalnya, kata Hartono, dia mengajak orang lain untuk bekerja sama, namun ternyata usaha industri kerajinan kulit bersama itu berjalan kurang baik. Akhirnya dia membangun usaha pusat kerajinan sendiri yang lebih fokus pada kerajinan kulit di pusat kerajinan kulit dan natural. Material utama kerajinan kulit adalah kulit sapi dan kambing. Sedangkan kerajinan natural, maksudnya adalah material dari tanaman maupun bahan daur ulang.
Tepatnya tahun 1990 Hartono mulai merintis usaha tersebut. Ketika itu bisnis kerajinan belum berkembang sedahsyat sekarang. Juga belum booming seperti beberapa tahun belakangan ini. Maka bisa dikatakan ketika itu pesaing belum banyak, begitu juga jenis-jenis kerajinan, belum banyak ragam dan sekreatif sekarang. “Ternyata pengamatan saya tak salah, bisnis kerajinan kulit memang menjanjikan. Produk saya seperti dompet, tas, ikat pinggang, boks dari kulit sapi atau kambing ternyata banyak digemari. Barang-barang itu saya suplai ke beberapa toko diBali dan sampai sekarang masih berjalan,” tambahnya.
Kedaan sekarang, papar Hartono, berbeda dengan 10 tahun lalu. Sekarang persaingan sangat tajam. Tiap pengusaha dituntut untuk selalu melahirkan inovasi baru. Tak terkecuali di bidang kerajinan kulit. Hartono sendiri tengah mengembangkan furniture dari kulit sapi dan kambing. Dengan desain-desain yang cantik, ternyata furniture dari kulit sangat disenangi oleh buyer asing. Hanya saja, kata Hartono, yang namanya persaingan, kadang orang menggunakan berbagai macam cara agar barangnya laku dijual. Termasuk dalam hal menjiplak karya orang lain. Hal ini memang sudah tak asing lagi di dunia yang tengah digelutinya. “Tapi saya tak mau mempermasalahkannya. Mungkin itu adalah risiko dari barang yang telah di-publish. Biar saja! Buat saya yang penting jangan berhenti berkarya,” imbuh Hartono yang mendapatkan sebagian besar bahan bakunya dari Magetan, Jawa Timur.
Namun keadaan sekarang, lanjut Hartono, agak mengkhawatirkan. Nilai tukar rupiah yang tidak stabil, ditambah harga BBM yang naik, membuat keadaan seperti tak menentu. “Dulu dolar naik, perajin bisa “bergembira” karena mendapat keuntungan berlipat-lipat. Sekarang tidak bisa lagi. Zaman keemasan itu sepertinya tak bakal terulang lagi. Sekarang pembeli sudah tahu, mereka sudah tahu kursnya. Jadi berapa rupiah harganya, kemudian dikurskan ke dolar. Asal tahu saja, kalau nilai dolar makin menguat, rupiah melemah, kami para pedagang makin susah. Ditambah lagi BBM naik, kesusahan makin bertambah-tambah,” tandasnya.
http://www.cybertokoh.com/
Untuk informasi lebih lanjut, silahkan lihat di Kerajinan Kulit - Industri Kerajinan - Industri Kerajinan Kulit - Pusat Kerajinan - Pusat Kerajinan Kulit - Kerajinan di 88db.com
More about → Industri Kerajinan
Berdasarkan pengamatannya itulah, Hartono memutuskan untuk menekuni industri kerajinan dari kulit. Modalnya adalah tabungannya selama bekerja pada orang lain di Solo. Awalnya, kata Hartono, dia mengajak orang lain untuk bekerja sama, namun ternyata usaha industri kerajinan kulit bersama itu berjalan kurang baik. Akhirnya dia membangun usaha pusat kerajinan sendiri yang lebih fokus pada kerajinan kulit di pusat kerajinan kulit dan natural. Material utama kerajinan kulit adalah kulit sapi dan kambing. Sedangkan kerajinan natural, maksudnya adalah material dari tanaman maupun bahan daur ulang.
Tepatnya tahun 1990 Hartono mulai merintis usaha tersebut. Ketika itu bisnis kerajinan belum berkembang sedahsyat sekarang. Juga belum booming seperti beberapa tahun belakangan ini. Maka bisa dikatakan ketika itu pesaing belum banyak, begitu juga jenis-jenis kerajinan, belum banyak ragam dan sekreatif sekarang. “Ternyata pengamatan saya tak salah, bisnis kerajinan kulit memang menjanjikan. Produk saya seperti dompet, tas, ikat pinggang, boks dari kulit sapi atau kambing ternyata banyak digemari. Barang-barang itu saya suplai ke beberapa toko di
Kedaan sekarang, papar Hartono, berbeda dengan 10 tahun lalu. Sekarang persaingan sangat tajam. Tiap pengusaha dituntut untuk selalu melahirkan inovasi baru. Tak terkecuali di bidang kerajinan kulit. Hartono sendiri tengah mengembangkan furniture dari kulit sapi dan kambing. Dengan desain-desain yang cantik, ternyata furniture dari kulit sangat disenangi oleh buyer asing. Hanya saja, kata Hartono, yang namanya persaingan, kadang orang menggunakan berbagai macam cara agar barangnya laku dijual. Termasuk dalam hal menjiplak karya orang lain. Hal ini memang sudah tak asing lagi di dunia yang tengah digelutinya. “Tapi saya tak mau mempermasalahkannya. Mungkin itu adalah risiko dari barang yang telah di-publish. Biar saja! Buat saya yang penting jangan berhenti berkarya,” imbuh Hartono yang mendapatkan sebagian besar bahan bakunya dari Magetan, Jawa Timur.
Namun keadaan sekarang, lanjut Hartono, agak mengkhawatirkan. Nilai tukar rupiah yang tidak stabil, ditambah harga BBM yang naik, membuat keadaan seperti tak menentu. “Dulu dolar naik, perajin bisa “bergembira” karena mendapat keuntungan berlipat-lipat. Sekarang tidak bisa lagi. Zaman keemasan itu sepertinya tak bakal terulang lagi. Sekarang pembeli sudah tahu, mereka sudah tahu kursnya. Jadi berapa rupiah harganya, kemudian dikurskan ke dolar. Asal tahu saja, kalau nilai dolar makin menguat, rupiah melemah, kami para pedagang makin susah. Ditambah lagi BBM naik, kesusahan makin bertambah-tambah,” tandasnya.
http://www.cybertokoh.com/
Untuk informasi lebih lanjut, silahkan lihat di Kerajinan Kulit - Industri Kerajinan - Industri Kerajinan Kulit - Pusat Kerajinan - Pusat Kerajinan Kulit - Kerajinan di 88db.com