INILAH.COM, Jakarta - Keberadaan ruang hijau terbuka (RTH) di Ibukota sangat minim meski punya peran yang signifikan dalam menunjang hidup warga Jakarta. Namun, ada banyak cara untuk memulihkan Jakarta yang miskin RTH.
"Yang perlu dilakukan untuk bangun RTH baru di Jakarta, harus ada lahan hijau seperti taman dan hutan kota. Penambahannya memang tidak menambah luas, tapi nilai sosialnya harus tinggi," kata Ketua Kelompok Studi Arsitektur Lanskap Indonesia Nirwono Yoga dalam diskusi 'Ruang terbuka hijau versus kepentingan bisnis' di Mayapada Tower, Jakarta, Kamis (27/8)
Konsultan Arsitek Nirwono menjelaskan, berdasarkan UU No 26/2007 tentang Penataan Ruang, Jakarta membutuhkan RTH seluas 30 persen dari seluruh wilayah. RTH itu terdiri dari RTH publik sebanyak 20 persen dan RTH privat sebanyak 10 persen. Selanjutnya, harus dilakukan peremajaan kota di kawasan terpadu. RTH juga tidak bisa berganti lokasi apalagi ditukar dengan uang.
Dia pun menyarankan ruang hijau berupa green roof dan green wall untuk bangunan yang tak memiliki ruang terbuka cukup luas.
Langkah selanjutnya, harus ada refungsionalisasi tempat di Jakarta untuk dijadikan RTH. Misalnya, pembukaan jalur hijau di bantaran sungai, di kolong jalan raya, di pinggir rel kereta api dan waduk.
"Sehingga diharapkan 30 persen RTH bisa dicapai walaupun memakan waktu 10 sampai 20 tahun lagi," imbuhnya.
Menurut Nirwono, pengembalian fungsi RTH yang paling mudah dilakukan adalah dengan membuka jalur hijau di sekitar stasiun pengisian bahan bakar umum (SPBU). Sayangnya, dalam 10 tahun ini RTH tidak bisa bertambah karena SPBU kebanyakan dimiliki pejabat atau dibekingi pejabat. Hal itu menyulitkan pemerintah melakukan refungsionalisasi.
"Selain itu persoalannya RTH dilanggar tidak ada sanksi. Selain itu banyak pengembang yang menyatakan sudah membayar RTH walaupun sebenarnya RTH itu sudah dipindahkan lokasinya," tandasnya. [fiq]
{ 0 comments... read them below or add one }
Post a Comment