Fashions Shop Makin Ramai Di Kunjungi

Posted by jenggot kambing on Friday, April 23, 2010



Suasana grosiran memang sangat terasa di pusat tekstil Tanah Abang. Hiruk-pikuk kawasan yang dikenal se antero Asia Tenggara ini menjadi ciri khas yang tak ada matinya. Sabtu siang, Kompas Female mendatangi kawasan Blok A yang semakin tertata rapi dengan barisan toko yang padat pengunjung. Produk impor menjadi target utama, setelah mendengar kabar bahwa produk Cina mulai resmi berkompetisi di pasar lokal dengan adanya perjanjian Free Trade Area (FTA) se-Asia.

Mulai lantai dasar hingga lantai tujuh gedung, yang dilengkapi pendingin udara ini, pengunjung disambut display pakaian di setiap toko pakaian atau Fashions Shop yang memancing mata. Busana wanita masih mendominasi, sama seperti pusat belanja lain yang biasa ditemui di pusat kota. Bedanya, sentra tekstil ini melayani pembeli eceran hingga grosiran dalam skala kecil maupun besar.

Pada toko produk China dan negeri Asia lain seperti Korea, Hong Kong, Thailand, dan Jepang, konsep butik sangat terasa. Meski berada di pusat grosir, umumnya display produk impor terlihat punya ciri khas. Pakaian digantung dengan rapi di kapstok setiap took pakaian, tidak ditumpuk asal-asalan seperti umumnya toko-toko pakaian di pusat grosir tersebut. Sejumlah mannequin juga diletakkan di beberapa spot untuk memajang model pakaian andalan.

Display di Fashions Shop semacam ini memberikan nilai jual tersendiri. Ruangan terasa lebih lega, sehingga memudahkan pengunjung untuk melihat-lihat. Bahkan jika tertarik dengan sepotong pakaian yang tak ada lagi stoknya, barang yang di-display pun diembat juga. Daripada enggak dapat, kan?

Meski begitu, sebaiknya pembeli teliti. Menurut salah satu penjaga toko pakaian produk asli impor, Ina (bukan nama sebenarnya), peminat produk impor bertambah. Namun menurutnya, tak semua toko menjual produk impor asli.

Untuk mengenali produk negeri Asia ini sebenarnya tak terlalu sulit. Sejumlah toko pakaian memasang tanda bertulisan "Impor" ditambah harga grosir yang bervariasi, mulai Rp 65.000 (untuk t-shirt) hingga Rp 100.000 (dress). Model yang ditawarkan antara lain gaun terusan semi formal dengan bahan polos maupun bermotif, blus wanita dengan motif garis-garis atau kotak-kotak, dan shirtdress untuk ke kantor. Pakaian dari Thailand umumnya berupa maxi dress bermotif bunga-bunga yang colourful.

Harga memang menentukan, seiring dengan kualitas yang diklaim lebih bermutu daripada produk lokal. Untuk busana wanita, produk impor berani pasang harga murah. Bisa jadi harganya lebih murah atau lebih mahal dari produk lokal, tergantung model dan jenis bahannya.

Setiap produk punya gaya yang berbeda. Penjual produk impor memang memanjakan pelanggan dengan memberikan variasi desain yang jumlahnya terbatas alias limited edition. Harapannya, agar pembeli merasa pakaian tersebut tak ada kembarannya. Jadi jangan heran jika tak sedikit pembeli yang kehabisan, atau kalah cepat dengan yang lainnya.

Kompetisi produk impor dan lokal bisa jadi makin sengit. Setidaknya, produsen produk lokal sekarang memiliki lawan main agar bisa menakar sejauh mana bisa memenuhi kebutuhan pelanggan. Bukankah kualitas menjadi lebih teruji ketika ada kompetitor baru?

Jika sudah begini, konsumen makin bingung, karena semua produk punya kualitas seragam. Bisa jadi niatan awal membeli satu produk saja, tetapi akhirnya pulang dengan minimal dua kantong busana di tangan.

female.kompas.com

{ 0 comments... read them below or add one }