Baju-Baju Second

Posted by gelasbagus on Friday, July 10, 2009

Konon dinamai 'awul-awul' karena baju-baju itu ditumpuk begitu saja di fashion store sehingga jadi berantakan, alias awul-awulan (berantakan). Ditambah lagi jika memilih juga harus meng-awul-awul fashion busananya dari tumpukan di butik busana.

Nah, Anda yang suka jalan-jalan untuk hunting
dress korea si kawasan butik fashion, pasti pernah mampir ke showroom dadakan butik busana maupun butik fashion yang sudah permanen untuk memilih baju korea 'kualitas impor' berharga 'miring' tersebut. 'Bisnis baju dress impor' atau 'baju bekas' ini memang tumbuh subur di daerah sub-urban perkotaan, karena karakter konsumennya yang ingin tampil serba branded dengan SES (Social Economic Size) B dan C. Bahkan untuk kelas ekonomi A pun seringkali rela berdesak-desakkan, untuk mencari dress local atau aksesoris yang mereka inginkan di fashion store tersebut.

Di Indonesia sendiri, kemunculan pasar '
fashion busana bekas' ini tidak berjalan merata. Pasar dress korea bekas di Sumatera, Batam, Kalimantan, dan Sulawesi misalnya, lebih dulu muncul daripada di Jakarta, Bandung, Yogya, Surabaya. Toko baju bekas di sini lazim disebut dengan toko 'baju korea impor' , karena memang baju dress bekas itu asalnya dibawa dalam karung-karung besar dari pelabuhan.

Jenis barang yang dijual di toko macam ini bermacam-macam, mulai dari kaos, hem, jaket, celana panjang, sampai selimut-selimut tebal dan bed cover. Harga barang-barang yang dijual di kota-kota yang dekat dengan pelabuhan, biasanya lebih murah daripada di kota-kota lain.

Pada awalnya, konsumen terbesar
dress local bekas adalah anak-anak muda. Karena selain soal knowledge, anak muda tentu lebih ter-influence dengan kultur luar negeri, dalam konteks ini, mereka lebih memilih membeli baju bekas karena ingin meniru gaya Kurt Cobain, Ramones, atau Gong Li misalnya.

Baju bekas tercatat ikut membentuk gaya subkultur anak muda yang khusus dan unik. Selain merefleksikan posisi keuangan anak-anak muda yang terbatas, juga menggambarkan gairah akan gaya pakaian-pakaian retro yang otentik dan tidak ada kembarannya. Jenis baju yang dijual di toko-toko baju bekas biasanya berjumlah terbatas, atau malah hanya tersedia sebanyak satu buah saja, sehingga terkesan lebih personal.

Di sisi lain, khalayak umum yang ikut meramaikan pasar baju bekas pada akhirnya, memiliki alasan tersendiri, di antaranya adalah soal tuntutan untuk tampil maksimal di setiap kesempatan, atau alasan ekonomis yang kerap mengurungkan niatan untuk belanja Gucci, Luis Vuitton, Prada atau Armani. Bagaimana dengan Anda?. (kpl/kcsc/bar)


http://www.kapanlagi.com/

Dukung Kampanye Stop Dreaming Start Action Sekarang

{ 0 comments... read them below or add one }